-->

PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA YANG BERMAKNA


PEMBELAJARAN ,BAHASA, SASTRA, INDONESIA, BERMAKNA

Lebih dari 2400 tahun yang lalu Confucius menyatakan: Apa yang saya dengar, saya lupa (What I hear, I forget); Apa yang saya lihat, saya ingat (What I see, I remember); dan Apa yang saya lakukan, saya paham (What I do, I understand).  Tiga pernyataan sederhana ini memicarakan bobot penting belajar aktif. Mel Silberman (1996) memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius tersebut menjadi apa yang ia sebut paham belajar aktif sebagai berikut: Apa yang saya dengar saya lupa ((What I hear, I forget); Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit (What I hear and see, I remember a little); Apa yang saya dengar, lihat, dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa koleg/teman, saya mulai paham (What I hear, see, and ask question about or discuss with someone else, I begin to understand). Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan (What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill); Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya menguasainya (What I teach to another, I master). Dengar, lihat, dan lakukan adalah tiga cara belajar yang hierarkis. Ketiganya ada hubungan atas bawah. Paling rendah adalah belajar melalui mendengar, di atasnya belajar melalui melihat, dan paling tinggi adalah belajar melalui melakukan. Amir (2003) menyebut hal ini sebagai “landasan utama belajar aktif dan kreatif”. Evelin dan Suharsimi (1996) menyebutnya sebagai  landasan “pembelajaran aktif, kreatif, dan bermakna”.  Modifikasian dari dengar, lihat, dan lakukan menjadi: dengar, lihat, tanyakan atau diskusikan, lakukan, dan ajarkan. Penambahan  kata “tanyakan” dan “diskusikan” serta “ajarkan” dapat memperkaya landasan pembelajaran aktif, kreatif, dan bermakna.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia  Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19 ayat (1) menyatakan “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.  Ayat ini menjadi landasan yuridis dalam pembelajaran aktif, kreatif, efektif, menyenangkan. Kemudian melahirkan dikenal dengan PAKEM.
Berdasarkan kedua landasan di atas (landasan teoretis dan yuridis) dan sesuai dengan permintaan panitia penyelenggarakan kegiatan ini, makalah sederahana ini disajikan atas tiga pokok pikiran. Ketiga pokok pikiran itu adalah konsep PAKEM, manfaat PAKEM, dan penerapan PAKEM dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Konsep PAKEM dikaitkan dengan kondisi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Manfaatnya dititikberatkan kepada pembelajaran keterampilan berbahasa dan bersastra. Hal yang sama juga dideskripsikan untuk penerapnnya. Jadi makalah ini berbicara tentang pengertian PAKEM untuk tujuan memahaminya, manfaat PAKEM untuk menjadi pertimbangan dalam pembelajaran, dan penerapan pembelajaran PAKEM yang dilengkapi dengan beberapa contoh untuk dikembangkan, diperluas, atau diperdalam oleh para guru yang menjadi peserta kegiatan ini.
  1. 2. Pakem
Ada empat kata yang menjadi kunci pemahaman tentang PAKEM. Untuk memahaminya perlu ditilik lebih dalam makna kata tersebut. Tentu saja makna yang harus diungkapkan bukan sekedar makna leksikal tetapi juga makna struktural. Kata aktif di dalam KBBI edisi keiga berarti giat (bekerja, berusaha), kreatif berarti memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan, efektif berarti manjur; mujarab, membawa hasil; berhasil guna; mangkus, dan menyenangkan berarti menyenangkan  berarti menjadi senang; membuat bersuka hati. Dari arti kamus itu dapat diduga, PAKEM itu pembelajaran seperti “apa”.
PAKEM adalah pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dalam pembelajaran ini yang aktif adalah peserta didik. Peserta didik lebih aktif ketimbang pendidik. Kreatif ada pada keduanya, ada pada pendidik dan peserta didik. Kreatif dimulai dari peserta didik, diikuti oleh pendidik. Efektif ada pada prosesnya. Proses pembelajaran merupakan sasaran dari keefektifan. Sedangkan menyenangkan adalah suasananya. Jadi dalam PAKEM dapat diartikan yang aktif adalah peserta didik, yang kreatif adalah pendidik dan peserta didik, yang efektif adalah prosesnya, dan yang menyenangkan adalah suasananya.
Seorang pendidik  bahasa Indonesia (BI) masuk kelas. Ia membawa dua indikator pencapaian pembelajaran. Kedua indikator itu adalah “membuat surat pribadi dan membuat surat resmi”. Artinya, pendidik membawa dua harapan untuk dua jam pelajaran. Harapannya ialah agar peserta didik (siswa) mampu membuat surat pribadi dan surat resmi. Untuk mencapai harapan itu, ia menjelaskan konsep surat, pengertian surat, format surat, bahasa surat, penulisan alamat surat, salam pembuka, penggunaan ejaan, dan segala hal yang berhubungan teori-teori surat. Untuk menjelaskan teori-teori tentang surat itu dihabiskan waktu dua jam pelajaran. Pembelajaran selesai, peserta didik menerima seperangkat teori tentang surat. Guru kemudian mengetes peserta didik  dengan teori yang diajarkan. Hampir semua siswa mencapai ketuntasan. Guru puas, siswa puas.
PAKEM belum tergambar pada ilustrasi di atas. Aktifitas ada pada guru. Guru menerangkan konsep atau pengertian-pengertian sekitar surat. Kreatifitas juga kurang terlihat karena pembelajaran seutuhnya berlangsung dalam bentuk konvesional. Efektifitas juga tidak terlihat. Indikator pencapaian tidak terealisasi. Permintaan indikator adalah membuat surat pribadi dan surat resmi, hasilnya konsep-konsep tentang surat. Menyenangkan juga tidak terwujud. Jika peserta didik dijejeli dengan informasi, keterangan, dan penjelasan-penjelasan, kebosanan akan dialminya.
Pemahaman tentang PAKEM dimulai dari konsep. Konsep adalah arti yang terkandung pada sebuah pernyataan. Arti itu akan berkembang sesuai dengan persepsi dan resepsi seseorang. Pengalaman, pendidikan, dan kepribadian akan berpengaruh terhadap pemahaman. PAKEM yang diterima oleh pendidik di sekolah dasar akan berbeda dengan PAKEM yang dipahami oleh guru SMP dan SMA.  Hal itu dapat terjadi karena perbedaan pengalaman, pendidikan, dan kepribadian. Kualitas pemahaman terhadap konsep PAKEM akan sangat berpengaruh terhadap aplikasi (penerapan) konsep ini dalam aktifitas di kelas.
Program Deparetemen Pendidikan Nasional “Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan – Creating Learning Comminities for Children (CLCC) menitikberatkan penciptaan PAKEM pada tiga pemberdayaan. Ketiga pemberdayaan itu adalah pemberdayaan manajemen sekolah, pemberdayaan masyarakat, dan pemberdayaan pembelajaran. Intinya berada pada pemberdayaan pembelajaran, sedangkan yang dua lagi merupakan pendukung vital atau pendukung utama. Artinya, tanpa dukungan dari manajemen sekolah dan peran serta masyarakat, pemberdayaan pembelajaran dalam bentuk PAKEM tidak akan dapat terlaksana. Tentu kajian ini tidak dibahas lebih dalam dalam makalah ini.
  1. 3. Manfaat PAKEM
Tugas utama pendidik secara praktis dan pragmatis adalah mengantarkan peserta didik untuk mencapai standar kompetensi lulusan (SKL). SKL adalah salah satu dari delapan standar nasional pendidikan (PP 19/2005). Standar kompetensi lulusan ditetapkan dengan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006. SKL terdiri dari tiga kategori yakni SKL kelompok mata pelajaran, SKL satuan pendidikan, dan SKL mata pelajaran. SKL yang terakhir ini menjadi acuan bagi pendidik untuk mengantarkan peserta didiknya ke standar itu.
SKL mata pelajaran berisi sejumlah kompetensi. Kompetensi itu sendiri adalah perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, sikap atau nilai-nilai dasar yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Jika dikaitkan dengan mata pelajaran bahasa Indonesia, berarti tugas pendidik bahasa Indonesia adalah mengantarkan peserta didik ke kompetensi berbahasa dan bersastra. Kompetensi berbahasa dan bersastra adalah perpaduan pengetahuan bahasa dan sastra, keterampilan berbahasa dan bersatra, dan sikap berbahasa dan bersastra yang diwujdukan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kalau konsep ini direnungkan lebih dalam tentu terasa betapa luasnya implikasi pembelajaran bahasa Indonesia untuk kehidupan.
Pada PAKEM, peserta didik harus aktif, pendidik dan peserta didik harus kreatif, proses pembelajaran harus efektif, dan suasana harus menyenangkan. Jika keharusan itu dikaitkan dengan konteks pembelajaran bahasa dan sastra tentu manfaatnya akan sangat dirasakan. Pembelajaran bahana Indonesia sudah jelas menitikberatkan kepada empat keterampilan dengan dua substansi. Keempat keterampilan itu adalah mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Substansinya adalah kebahasaan dan kesastraan. Orientasi pembelajaran bahasa Indonesia berarti kepada keterampilan mendengar bahasa dan sastra, berbicara bahasa dan sastra, membaca bahasa dan sastra, dan menulis bahasa dan sastra. Hal itu dapat dilihat pada standar isi (peraturan Mendiknas Nomor 22 Tahun 2006).
Mari kita lihat lagi ilustrasi pada nomor (2)! Seorang pendidik  bahasa Indonesia (BI) masuk kelas. Ia membawa dua indikator pencapaian pembelajaran. Kedua indikator itu adalah “membuat surat pribadi dan membuat surat resmi”. Artinya, pendidik membawa dua harapan untuk dua jam pelajaran. Harapannya ialah agar peserta didik (siswa) mampu membuat surat pribadi dan surat resmi. Untuk mencapai harapan itu, ia menjelaskan konsep surat, pengertian surat, format surat, bahasa surat, penulisan alamat surat, salam pembuka, penggunaan ejaan, dan segala hal yang berhubungan teori-teori surat. Untuk menjelaskan teori-teori tentang surat itu dihabiskan waktu dua jam pelajaran. Pembelajaran selesai, peserta didik menerima seperangkat teori tentang surat. Guru kemudian mengetes peserta didik  dengan teori yang diajarkan. Hampir semua siswa mencapai ketuntasan. Guru puas, siswa puas.
PAKEM  dapat dioperasionalkan pada ilustrasi ini dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) peserta didik menjawab pertanyaan guru tentang kemacetan di jalan raya menuju sekolah yang hampir tiap hari dialami; (2) peserta didik menjawab pertanyaan guru bahwa yang bertanggung jawab tentang kemacetan di jalan raya itu adalah pihak kjepolisian; (3) peserta didik membuat paragraf deskriptif  yang menggambarkan kemacetan jalan raya itu; (4) peserta didik menulis surat pribadi yang dialamatkan kepada kepala polisi setempat (Kapolsek atau Kapolres); (5) peserta didik membantu pihak kepolisian membuat surat balasan; (6) peserta didik mempresentasikan surat yang ditujukan kepada kepala polisi dan surat balasan dari polisi; (7) peserta didik mengungkapkan konsep-konsep seperti konsep surat pribadi, surat resmi, bahasa surat, format surat, ejaan, dan sebagainya.
Siapa yang aktif? Dari langkah nomor satu sampai dengan nomor tujuh, aktifitas sepenuhnya didominasi oleh peserta didik. Pendidik hanya berperan sebagai pasilitator dan moderator kegiatan. Kreatifitas terlihat di mana? Kreatifitas pertama terlihat pada pendidik dalam merancang pembelajaran. Kondisi ril kemacetan lalu-lintas sehari-hari diangkat ke dalam pembelajaran. Peserta didik diarahkan ke kondisi sebenarnya, kondisi nyata yang dialami shari-hari. Pendidik dengan kreatifitasnya melakukan manipulasi keadaan yakni meminta peserta didik membantu kepala polisi membuat surat balasan. Efektifnya terlihat di mana? Pada pencapaian hasil  terlihat kemangkusan pembelajaran ini. Pada langkah keempat indikator pertama tercapai yakni menulis surat pribadi. Indikator kedua dicapai pada langkah kelima. Menyenangkan terlihat di mana? Menyenangkan terlihat pada suasana pembelajaran. Suasana ril, nyata, kongkret, dan sesusai dengan konteks mendukung rasa menyenangkan.
Confucius membuat hieraki belajar dengan “dengar, lihat, dan lakukan”. Modifikasi Mel Silberman melengkapi dengan hieraki dengar, lihat, tanyakan atau diskusikan, lakukan, dan ajarkan. Hasilnya optimal untuk Confucius adalah “saya paham atau saya mengerti”. Hasil optimal dari Mel Silberman adalah  saya memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan penguasaan”.  Ilustrasi pembelajaran PAKEM di atas dapat mengaktualisasikan teori ini. Gambaran aplikasi dari PP 19/2005 pasal 19 ayat (1) juga terlihat pada ilustrasi sederhana itu. Tentu saja ilustrasi ini hanyalah sebagai contoh sederhana yang dapat dikembangkan lebih bermakna oleh pendidik.
Secara ekstrem dapat dikatakan, pembelajaran keterampilan berbahasa dan bersastra haruslah dengan PAKEM, terutama untuk optimalisasi hasil. Sekurang-kurangnya dapat ditegaskan, “pembelajaran bahasa Indonesia akan mencapai hasil optimal, jika menggunakan PAKEM”.
  1. 4. Penerapan PAKEM
Sekurang-kurangnya ada empat fase dalam penerapan PAKEM. Fase pertama adalah perencanaan, fase kedua pelaksanaan, fase ketiga penilaian, dan fase keempat tindak lanjut. Fase-fase itu menjadi standar pekerjaan pendidik dalam konteks pembelajaran. Untuk memenuhi keempat fase itu pendidik harus memiliki kompetensi pedagogik seperti yang ditegaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), fase itu diawali dengan pengembangan kurikulum. Untuk dapat mengembangkan kurikulum, kususnya dokumen dua, peserta didik memulainya dari mengkaji Standar Kompetensi Lulusan (SKL), mengkaji Standar Isi (SI), dan mengembangkan silabus mata pelajaran. Dari silabus diturunkan lebih spesifik menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada yang terakhir inilah akan terlihat dan teraktualisasi perencanaan PAKEM. Pada dasarnya suatu pembelajaran menggambarkan PAKEM atau tidak dapat dilihat pada RPP.
Silabus yang benar adalah silabus yang disusun berdasarkan kajian-kajian teoretis dan empiris. Kajian teoretis penyusunan silabus telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP di dalam Panduan Penyusunan KTSP tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah. Konsep silabus, komponen silabus, pedoman-pedoman penetapan komponen silabus ada pada panduan itu. Jika prosedur penyusunan silabus dan penetapan komponen silabus mengacu kepada panduan tersebut, diasusmikan silabus tersebut sudah benar dan memenuhi sarat secara teoretis. Untuk memenuhi kajian empiris ada kegiatan dalam penyusunan KTSP yang disebut dengan “pemantapan”. Pada kegiatan ini, silabus yang disusun secara teoretis diujicobakan secara empiris. Jika dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan, barulah silabus tersebut dikatakan memenuhi sarat teoretis dan sarat empiris. Jika ada hal yang belum dapat dilaksanakan, padahal secara teoretis sudah benar, haruslah dilakukan revisi terhadap silabus itu. Masa revisi itu disebut masa pemantapan dalam kegiatan penyusunan KTSP.
RPP yang benar, mangkus, dan aplikatif disusun dari silabus yang benar secara toretis dan empiris. RPP yang benar ditegaskan oleh PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal  20 ”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.” Tujuan, materi, metode, sumber, dan penilaian di dalam RPP memiliki hubungan tali-temali. Komponen-komponen itu saling terkait. Tujuan merupakan payungnya. Dari tujuan yang ingin dicapai, dirancang dan dirumuskan matri. Dari keduanya ditetapkan metode yang akan teraplikasi dalam langkah-langkah pembelajaran. Sumber belajar dicari dan ditetapkan berdasarkan ketiga hal itu. Penilaian hasil belajar ditetapkan berdasarkan keempat hal itu. Mempertahankan konsistensi hieraki dalam penyusunan RPP akan melahirkan RPP yang memenuhis saat benar, mangkus, dan aplikatif. PAKEM akan tergambar di dalam seluruh batang tubuh RPP. Kongkretnya, PAKEM dapat dilihat pada aplikasi metode, yakni pada langkah-langkah pembelajaran.
Pelaksanaan PAKEM berpedoman kepada perncanaan pembelajaran. Pedoman terdepannya adalah RPP. Dari semua komponen RPP itu, hal paling utama dalam PAKEM adalah langkah-langkah pembelajaran atau disebut juga skenario pembelajaran. Jika RPP-nya benar, kegiatan mengikuti skenario yang ada, pelaksanaan PAKEM akan berjalan seperti yang diharapkan.
Penilaian pada PAKEM adalah penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Penilaian autentik atau penilaian yang sebenarnya adalah penilaian yang dilakukan berdasarkan ”kompetensi” yang dapat diperlihat atau ditampilkan oleh peserta didik. Hal yang ditampilkan oleh peserta didik tentu terkait dengan indikator pencapaian yang kemudian diturunkan menjadi tujuan. Indikator itu sendiri berasal dari kompetensi dasar. Jabaran dari kompetensi dasarlah yang menjadi indikator pencapaian. Jika perumusan indikator pencapaian salah, tentu hal yang ditampilkan peserta didik juga akan salah. Oleh karena penilaiannya adalah autentik, tentu saja penilaian akan salah. Jadi, penilaian pada PAKEM diawali dari perumusan indikator dan perumusan tujuan yang benar.
Hal yang dinilai dari indikator adalah kompetensi, bukan materi. Sebelumnya telah diinformasikan, ”kompetensi adalah perpaduan pengetahuan, keterampilan, sikap atau nilai-nilai dasar yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Berdasarkan hal itu, ada tiga hal yang dikombinasikan yang dinilai dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Kombinasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Inti penilaian berada pada keterampilan. Keterampilan berbahasa dan bersastra yang benar adalah keterampilan yang dilandasi oleh pengetahuan bahasa dan sastra yang benar dan sikap berbahasa dan bersatra yang benar. Dari kombinasi itu lahirlah berbagai bentuk atau jenis penilaian seperti unjuk kerja, produk, sikap, melalui portofolio, tertulis dan lisan, dan penilaian diri sendiri.
Fase terakhir dari pelaksanaan PAKEM adalah tindak-lanjut. Tindak-lanjut merupakan upaya pendidik memanfaatkan hasil penilaian untuk memperbaiki proses pembelajaran, perencanaan pembelajaran, cara belajar peserta didik, dan cara mengajar bagi pendidik. Tindak-lanjut pertama yang dilakukan pendidikan adalah melihat ketuntasan belajar berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan. Jika peserta didik tuntas dalam, ia berhak mendapat program pengayaan, jika tidak tuntas ia berhak mendapat program perbaikan. Jika ketuntasannya sangat jauh di atas kriteria yang ditetapkan, ia berhak mendapat percepatan (akselerasi).
Hasil analisis yang bemuara kepada pengayaan, perbaikan, dan percepatan itu, juga dapat dimanfaatkan untuk hal  memperbaiki program, perilaku mengajar, dan perilaku belajar. Jika sebagian besar peserta didik tidak mencapai KKM, berarti ada variabel yang berpengaruh. Variabel itu ada pada ketiga  hal tersbut yakni program, pendidik, dan peserta didik. Kajian-kajian itu perlu dilakukan pendidik dalam tindak-lanjut pelaksanaan PAKEM. Jika tindak-lanjut ini dilakukan secara sitematis, terencana, dan terus-menerus, diasumsikan kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran dapat dioptimalkan. Puncak dari optimalisasi itu adalah mengatrkan peserta didik ke standar kompetensi lulusan (SKL) tanpa ”maksiat”.
  1. 5. Simpulan
Makalah sederhana ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
(1)   Pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik dengan melibatkan pisik dan mentalnya. Pembelajaran seeprti itu dirumuskan oleh Confucius lebih dari 2400 tahun lalu yakni ”saya dengar saya lupa, saya lihat saya ingat sedikit, saya lakukan saya paham”. Mel Siberman menyempurnakannya dengan, ”saya dengar, saya lupa; saya lihat dan saya dengar, saya ingat sedikit; saya dengar, saya lihat, saya tanyakan atau diskusikan, saya mulai paham; saya dengar, saya lihat, saya diskusikan, dan saya lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan; saya ajarkan kepada orang lain, saya menguasainya”.
(2)   Standar proses dalam pembelajaran ditetapkan oleh PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,  “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”
(3)   PAKEM adalah pendekatan dalam pembelajaran yang menitikberatkan pada peserta didik aktif, pendidik dan peserta didik kreatif, pelaksanaan pembelajaran efektif, dan suasananya menyenangkan. Untuk mencapai itu diperlukan perencanaan pembelajaran yang benar, mangkus, dan aplikatif.
(4)   Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Penyusunan silabus diawali dengan kajian standar kompetensi lulusan (SKL) dan standar isi (SI) dengan berpedoman kepada aspek teoretis  dan aspek empiris. Aspek teoretis utama yang dipedomani adalah panduan penyusunan KTSP yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasiona Pendidikan (BSNP). Aspek empiris diperoleh dari uji-coba silaabus dalam fase pematapan.
(5)   Pelaksanaan PAKEM didasarkan pada RPP yang benar, mangkus, dan aplikaitf. Intinya ada pada metode pembelajaran yang teraktualisasi dalam langkah-langkah pembelajaran atau skenario pembelajaran.
(6)   Penilaian dalam PAKEM adalah penilaian kompetensi yang berorientasi kebapada penilaian yang sebenarnya (outhentic assessment). Penilaian ditujukan kepada pengausaan kompetensi yang terlihat pada hal yang dapat ditampilakn atau diperlihatkan oleh peserta didik.
(7)   Bagian akhir dari PAKEM adalah tindak-lanjut, yakni memanfaatkan hasil penilaian untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mengembangkan proses dan hasil pembelajaran.

0 Response to "PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA YANG BERMAKNA"

Posting Komentar

ads midle