Joko Poleng si Bulus Sednang Jimbung
Konon tersebutlah seorang pemuda bernama Joko Poleng.
"Mbok ijinkan aku ke kerajaan Mataram". Wanita tua itu terkejut. Ditatapnya wajah anak semata wayangnya. "Untuk apa, Thole. Tidakkah kamu lihat simbokmu ini sudah tua. Tidakkah kamu kasihan meninggalkan simbokmu ini seorang diri. Thole, thole apa yang akan kamu cari di sana. Ingat Thole Mataram itu jauh, dan belum tentu kamu bisa lebih baik di sana. Kalau hanya sekedar makan dan mencukupi pakaianmu simbok masih kuat, Nak".
Joko Poleng trenyuh. Namun hatinya juga sudah bulat untuk merubah nasib di kota. Ia tarik napas panjang.
"Percayalah, Mbok. Aku tidak akan lama meninggalkan simbok. Satu bulan aku akan mengadu nasib di kota. Dan nanti aku akan pulang kembali, mengambil simbok hidup di kota bersama saya. Yakinlah Mbok. Anakmu ini bisa. Hanya doa dan restu yang Joko butuhkan", tandasnya lembut.
Kembali wanita tua itu menatap. Kali ini tepat di bulat mata anaknya. Keduanya saling beradu pandang, untuk kemudian di rangkulnya anak tersebut. Tak kuasa ia menahan air mata. Tangisnya membuncah.
"Oh, Ngger anakku. Sebenarnya simbokmu sangat berat melepaskanmu. Tapi simbok juga tahu, kalau kau sudah punya keinginan seperti itu, siapa pun tak akan bisa mencegahmu. Pergilah. Simbok merestui dan selalu mendoakanmu. Jaga dirimu baik-baik. Dan jika suatu saat nanti kamu tidak bisa menemuiku lagi tetaplah jadi manusia yang selalu membantu dan menolong orang yang membutuhkanmu", parau suara wanita tua itu. Didekapnya Joko Poleng erat-erat.
"Iya Mbok. Simbok ndak boleh berkata seperti itu. Kita pasti masih bisa bertemu Mbok. Simbok akan melihat Joko ini bisa membuktikan kata-katanya. Joko akan berusaha membahagiakan simbok".
"Sudahlah Ngger... pergilah. Mumpung hari masih pagi. Bulatkan tekadmu dan ingat selalu pesam Mbok-mu ini."
*****
Perjalanan yang dilakukan Joko Poleng memang cukup jauh. Ia harus menuruni bukit dan ketika dia sampai di sungai Opak, tubuhnya terasa kaku. Ia pun bersandar pada sebuah pohon dadap Alas. Tertidur. Sampai kemudaian ia dikejutkan dengan desisan ular besar yang telah melingkar di depannya. Meloncat ia sambil bersikap mau lari. Tapi tiba-tiba sabetan ekor ular menghamtam dirinya. Ia pun terjatuh dan pinsan. Kejadian itu berulang sampai tiga kali sampai akhirnya pada kali ketiga ia tak berani bergerak. Hatinya pasrah.
"Wahai ular, bunuh atau santaplah aku jika memang engkau hendak membunuhku. Tapi biarkan aku pergi jika memang kamu tidak mempunyai urusan denganku. Jangan ganggu aku karena akupun tidak pernah mengganggumu."
Ia mencoba menatap mata ular itu tajam. Ajaib. Tiba-tiba kepala ular itu berangsur-angsur berubah menjadi wanita dengan mahkota emas di kepalanya. Sesaat kemudian seorang putri cantik telah berdiri di hadapannya sambil tersenyum.
"Joko poleng, aku tahu maksud perjalananmu. Kamu laki-laki yang baik. Karenanya, aku akan membantu kamu mewujudkan cita-citamu"
Singkat cerita, akhirnya si Joko Poleng mendapatkan ilmu dari putri jelmaan ular itu, sehingga ia bisa merubah wujud sesuai dengan yang ia kehendaki. Kabar kesaktian JOko Poleng ini pun tersebar ke seantero kerajaan. Hingga akhirnya ia dipercaya oleh pihak kerajaan mataram menangani permasalahan-permasalahan besar yang di hadapai kerajaan.
Tanpa terasa satu bulan sudah berlangsung, ia ingat akan simboknya. Maka dengan bekal yang sudah ia miliki, akhirnya ia bermaksud untuk pulang. Namun, sayang ternyata simboknya sudah meninggal seminggu setelah kepergiannya. Hal itu ia ketahui dari tetangganya. Setelah menengok kubur simnoknya ia bermaksud kembali ke kerajaan mataram, karena sudah tiada lagi yang dimiliki di desa kelahirannya.
Di tengah hutan Jombor, ia dicegat oleh kawanan perampok. Tetapi ia berhasil mengalahkannya. Kemudian ia beristirahat untuk beberapa saat dan betapa kedamaian dan ketenangan ia dapatkan di daerah ini. Akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di JOmbor.
Sejak saat itulah Joko Poleng menetap di daerah Rawa Jombor, tepatnya di dukuh Jimbung.
Ketika hendak menetap di Jimbung merasa ada yang kurang yaitu tempat mandi, maka ia membuat sendang. Kemudian sendang tersebut digunakan untuk mandi Joko Poleng dan sendang. Sendang itu kemudian diberi nama dengan Sendang Jimbung.
Joko Poleng senantiasan melakukan tirakat dengan cara berendam atau kungkum di sendang tersebut tiap malam Jum’at Kliwon.
Setiap kali tirakat ia lebih suka merubah bentuk menjadi seekor bulus. Dengan maksud agar tidak terganggu oleh orang yang melihat. Sampai suatu ketika ada salah seorang yang melihat dirinya sedang tirakat berendam. Orang tersebut heran ketika melihat seluruh tubuh Joko Poleng berwarna belang-belang dengan bentuk menyerupai kulit bulus.
Ketika Joko Poleng merasakan keberadaannya dengan kondisi seperti itu diketahui orang, ia segera mencari lubang untuk bersembunyi sampai orang tersebut lari ketakutan.Sejak saat itu keberadaan Joko Poleng tidak diketahui oleh warga. Joko Poleng seperti hilang ditelan bumi, tanpa seorangpun yang tahu keberadaannya. Entah meninggal atau belum, warga pada saat itu tidak tahu.
"Mbok ijinkan aku ke kerajaan Mataram". Wanita tua itu terkejut. Ditatapnya wajah anak semata wayangnya. "Untuk apa, Thole. Tidakkah kamu lihat simbokmu ini sudah tua. Tidakkah kamu kasihan meninggalkan simbokmu ini seorang diri. Thole, thole apa yang akan kamu cari di sana. Ingat Thole Mataram itu jauh, dan belum tentu kamu bisa lebih baik di sana. Kalau hanya sekedar makan dan mencukupi pakaianmu simbok masih kuat, Nak".
Joko Poleng trenyuh. Namun hatinya juga sudah bulat untuk merubah nasib di kota. Ia tarik napas panjang.
"Percayalah, Mbok. Aku tidak akan lama meninggalkan simbok. Satu bulan aku akan mengadu nasib di kota. Dan nanti aku akan pulang kembali, mengambil simbok hidup di kota bersama saya. Yakinlah Mbok. Anakmu ini bisa. Hanya doa dan restu yang Joko butuhkan", tandasnya lembut.
Kembali wanita tua itu menatap. Kali ini tepat di bulat mata anaknya. Keduanya saling beradu pandang, untuk kemudian di rangkulnya anak tersebut. Tak kuasa ia menahan air mata. Tangisnya membuncah.
"Oh, Ngger anakku. Sebenarnya simbokmu sangat berat melepaskanmu. Tapi simbok juga tahu, kalau kau sudah punya keinginan seperti itu, siapa pun tak akan bisa mencegahmu. Pergilah. Simbok merestui dan selalu mendoakanmu. Jaga dirimu baik-baik. Dan jika suatu saat nanti kamu tidak bisa menemuiku lagi tetaplah jadi manusia yang selalu membantu dan menolong orang yang membutuhkanmu", parau suara wanita tua itu. Didekapnya Joko Poleng erat-erat.
"Iya Mbok. Simbok ndak boleh berkata seperti itu. Kita pasti masih bisa bertemu Mbok. Simbok akan melihat Joko ini bisa membuktikan kata-katanya. Joko akan berusaha membahagiakan simbok".
"Sudahlah Ngger... pergilah. Mumpung hari masih pagi. Bulatkan tekadmu dan ingat selalu pesam Mbok-mu ini."
*****
Perjalanan yang dilakukan Joko Poleng memang cukup jauh. Ia harus menuruni bukit dan ketika dia sampai di sungai Opak, tubuhnya terasa kaku. Ia pun bersandar pada sebuah pohon dadap Alas. Tertidur. Sampai kemudaian ia dikejutkan dengan desisan ular besar yang telah melingkar di depannya. Meloncat ia sambil bersikap mau lari. Tapi tiba-tiba sabetan ekor ular menghamtam dirinya. Ia pun terjatuh dan pinsan. Kejadian itu berulang sampai tiga kali sampai akhirnya pada kali ketiga ia tak berani bergerak. Hatinya pasrah.
"Wahai ular, bunuh atau santaplah aku jika memang engkau hendak membunuhku. Tapi biarkan aku pergi jika memang kamu tidak mempunyai urusan denganku. Jangan ganggu aku karena akupun tidak pernah mengganggumu."
Ia mencoba menatap mata ular itu tajam. Ajaib. Tiba-tiba kepala ular itu berangsur-angsur berubah menjadi wanita dengan mahkota emas di kepalanya. Sesaat kemudian seorang putri cantik telah berdiri di hadapannya sambil tersenyum.
"Joko poleng, aku tahu maksud perjalananmu. Kamu laki-laki yang baik. Karenanya, aku akan membantu kamu mewujudkan cita-citamu"
Singkat cerita, akhirnya si Joko Poleng mendapatkan ilmu dari putri jelmaan ular itu, sehingga ia bisa merubah wujud sesuai dengan yang ia kehendaki. Kabar kesaktian JOko Poleng ini pun tersebar ke seantero kerajaan. Hingga akhirnya ia dipercaya oleh pihak kerajaan mataram menangani permasalahan-permasalahan besar yang di hadapai kerajaan.
Tanpa terasa satu bulan sudah berlangsung, ia ingat akan simboknya. Maka dengan bekal yang sudah ia miliki, akhirnya ia bermaksud untuk pulang. Namun, sayang ternyata simboknya sudah meninggal seminggu setelah kepergiannya. Hal itu ia ketahui dari tetangganya. Setelah menengok kubur simnoknya ia bermaksud kembali ke kerajaan mataram, karena sudah tiada lagi yang dimiliki di desa kelahirannya.
Di tengah hutan Jombor, ia dicegat oleh kawanan perampok. Tetapi ia berhasil mengalahkannya. Kemudian ia beristirahat untuk beberapa saat dan betapa kedamaian dan ketenangan ia dapatkan di daerah ini. Akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di JOmbor.
Sejak saat itulah Joko Poleng menetap di daerah Rawa Jombor, tepatnya di dukuh Jimbung.
Ketika hendak menetap di Jimbung merasa ada yang kurang yaitu tempat mandi, maka ia membuat sendang. Kemudian sendang tersebut digunakan untuk mandi Joko Poleng dan sendang. Sendang itu kemudian diberi nama dengan Sendang Jimbung.
Joko Poleng senantiasan melakukan tirakat dengan cara berendam atau kungkum di sendang tersebut tiap malam Jum’at Kliwon.
Setiap kali tirakat ia lebih suka merubah bentuk menjadi seekor bulus. Dengan maksud agar tidak terganggu oleh orang yang melihat. Sampai suatu ketika ada salah seorang yang melihat dirinya sedang tirakat berendam. Orang tersebut heran ketika melihat seluruh tubuh Joko Poleng berwarna belang-belang dengan bentuk menyerupai kulit bulus.
Ketika Joko Poleng merasakan keberadaannya dengan kondisi seperti itu diketahui orang, ia segera mencari lubang untuk bersembunyi sampai orang tersebut lari ketakutan.Sejak saat itu keberadaan Joko Poleng tidak diketahui oleh warga. Joko Poleng seperti hilang ditelan bumi, tanpa seorangpun yang tahu keberadaannya. Entah meninggal atau belum, warga pada saat itu tidak tahu.
0 Response to "Joko Poleng si Bulus Sednang Jimbung"
Posting Komentar