Mengajarkan Prosa
|  | 
| Sumber gbr: http://jurug.blogspot.com | 
 Dulce et Utile, itulah salah satu fungsi sastra. Fungsi inilah yang  seharusnya selalu menjadi perhatian tatkala mengajarkan sastra. Sehingga  pengajaran sastra selain menyenangkan juga mampu memberikan arahan  bagaimana para siswa mendapatkan nilai-nilai yang bisa mereka praktekkan  dalam kehidupannya. Bukankah dalam setiap sastra selalu ada amanah yang  bisa kita dapatkan, meski sangat absurd sekalipun. Karena sastra selalu  diambil dari kehidupan. Sekalipun fiksi misalnya, tetap saja ia  terinspirsi dari kehidupan.
 Pengajarkan prosa dengan demikian berarti mengajarkan bagaimana para  siswa melihat  permaslahan kehidupan kemudian dengan  imajinasi dan  kreatifitas mereka bisa mencarikan pemecahannya.
 Pengajaran prosa, dalam hal ini cerpen maupun novel selalu terkait  dengan pengajaran unsur-unsur intrinsik karya sastra itu sendiri. Salah  satu unsur intrinsik yang akan kita bahas di sini adalah plot atau alur  atau jalan cerita.
 Dalam prosa selian kita membicarakan siapa tertimpa atau melakukan apa,  juga selalu dibicarakan peristiwa ini berakibat apa. Yang pertama  terkait dengan pembicaraan tokoh cerita sedang yang kedua terkait dengan  plot atau jalan cerita.
 Plot sering diartikan sebagai rangkaian peristiwa yang menjalin sebuah  cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat.. Peristiwa tersebut bisa  ditampilkan secara urut tapi tidaklah menjadi kemestian harus demikian.  Artinya bisa saja sang penulis menampilan akhir kejadiannya yang  sebenarnya menjadi awal dalam sebuah ceritanya. Sehingga berdasarkan  urutan waktunya atau kronologisnya, plot terbagi menjadi tiga, yaitu  progresif (plot maju), regresif plot mundur dan plot flashback.
 Mengajarkan ketiga jenis plot tersebut agar menarik, tentu harus  melibatkan kreativitas mereka. Model eksplorasi bisa kita terapkan,  untuk mengajarkan jenis-jenis plot agar menyenangkan. Berikut barangkali  bisa Anda coba terapkan:
 Pertama, anak kita suruh melihat sebuah film atau sinetron, kemudian  mereka kita minta untuk mendata peritstiwa yang ada. Misalnya, anak kita  minta mengamati film yang berjudul, Ayah Kenapa Aku Berbeda.  (Film ini  berdurasi sekitar satu setengah jam. Barangkali ada di antara Anda yang  mengatakan, wah lama banget. Lagian mengajar prosa kok malah nonton  film).  Ya, kalau Anda berpendapat seperti itu ndak papa., Anda bisa  menggantinya dengan peristiwa yang ada pada sebuah cerpen atau penggalan  novel. Tetapi penekanan saya adalah anak bisa menangkap atau menemukan  peristiwa dalam sebuah kehidupan. Durasi yang lama bisa kita niatkan  bahwa film itu tidak hanya untuk pengajaran masalah plot saja, bisa yang  lainnya. Jadi memang hari itu anak hanya kita ajak untuk nonton film  dengan tugas yang telah kita siapkan.
 Setelah mereka mampu menemukan beberapa peristiwa yang ada di dalam  sebuah kehidupan (kehidupan sebuah film) maka mereka kita minta untuk  memberi nomor peristiwa itu sesuai urutannya. (misal, meninggal tentunya  lebih kemudian jika dibanding dengan hidup. Peristiwa di pagi hari  tentunya lebih awal jika dibanding dengan peritiswa di siang hari.
 Nah, jika mereka sudah tahu urutan-urutan peristiwa tersebut pasti  mereka akan bisa mengatakan mana yang disebut cerita berplot maju dan  mana yang disebut cerita berplot mundur.
 Bagaimana menurut Anda?
Wah bagus sekali artikel ini lumayan bisa buat materi bikin pr nice sharing pak
BalasHapus